Jumat, 20 April 2018

Apakah MLM Halal atau haram?

MULTI LEVEL RECRUITING (MLR)*

Bisnis jaringan yang banyak di Indonesia adalah Multi Level Recruiting (MLR) atau perekrutan berjenjang. Pengusaha yang “pintar” tahu bahwa orang kuadran kiri itu sangat sulit diajak bekerja membangun aset. Mereka inginnya bekerja mencari uang.  Maka mereka membuat sistem member get member. Anda diajak mencari atau merekrut orang lain untuk kepentingan mereka. Bungkusnya bisa jual produk, menabung, asuransi, reksadana, investasi, umrah dsb. Anda dipekerjakan perusahaan untuk mencari orang yang mau menyerahkan uangnya ke perusahaan itu. Anda menjadi member dengan membayar sejumlah besar uang, kemudian mengajak orang lain menjadi member dan dibayar dengan sebagian uang dari member baru itu. Sekilas mirip dengan MLM, tetapi kalau di MLM biaya masuknya kecil dan Anda mendapat uangnya dari keuntungan atas belanja mereka. Di MLR ini biaya masuknya besar karena Anda mendapat uang dari uang masuk mereka itu. Umumnya tanpa produk hanya otak atik skema atau sistem saja. Kalaupun ada produk, biasanya menggunakan sistem frontloading yang dilarang APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia). Frontloading adalah sistem penjualan langsung dimana produk dijual dimuka (saat pendaftaran) dengan sistem paket, ada paket hemat, ada paket premium. Awalnya dipancing yang murah, kemudian dibujuk untuk upgrade yang mahal jika ingin mendapat hasil lebih baik. 

Di MLR Anda dibayar berdasarkan jumlah orang yang bisa Anda masukkan di grup Anda, strukturnya menjadi semacam piramida seperti di kantor pemerintah atau perusahaan. Ada yang dua kaki (binary), ada juga yang tiga kaki. Yang lebih dahulu masuk diberi pangkat yang biasanya menggunakan nama nama jenis logam seperti bronche (tembaga), silver (perak) atau gold. Ada juga yang pakai nama batu batuan meniru penamaan peringkat di perusahaan networking yang tua, seperti ruby, emerald dsb. Peringkat berdasarkan struktur mereka di grup. Siapa yang masuk duluan akan mendapat posisi diatas dan uang mengalir ke mereka dari kerja menjoinkan orang oleh anak buah di bawah. 

Sistem atau skema yang di gunakan di MLR ini mengacu pada skema Ponzi yang dibuat seorang penipu legendaris tahun 1920 an yaitu Charles Ponzi. Ini lebih dikenal dengan istilah money game menurut definisi MUI (fatwa DSN MUI No. 75/DSN MUI/VII/2009) : Money game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan/ pendaftaran mitra usaha yang baru/bergabung kemudian, dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pada MLR, jaringan mendapat uang dari anggota baru yang masuk. Sebagian besar diserahkan ke perusahaan, untuk dikelola tergantung apa bungkusnya (produk, asuransi, tabungan, reksadana, investasi). Sebagian kecil dibagi bagi diantara anggota tergantung posisi. Jika tidak ada kegiatan rekruitmen anggota baru, maka aliran uang otomatis berhenti. Jaringan Anda bukanlah sumber uang Anda, jaringan Anda adalah sumber uang perusahaan, karena perusahaan yang mengelola uang para anggota baru tadi. Semua orang yang sudah berada di jaringan menadahkan tangannya menunggu ada anggota baru yang setor uang. Ibarat petani durian, Anda adalah kuli yang menanam durian, memupuk, menyiram dan diupah untuk itu. Setiap ada pohon durian baru yang ditanam, semua anggota ramai ramai mendapat upah tergantung posisi. Manajer kebun ? kepala kuli?, kuli? atau kuli pembantu ?  Kebunnya apa aset Anda ? Anda tahu sendiri jawabannya. Siapa pemilik yang akan menikmati buahnya? Anda juga tahu jawabannya, yaitu perusahaan atau pemilik usaha. 

Itu dari sudut kegiatan jaringannya. Disamping itu ada lagi yaitu uang yang Anda tabung atau investasikan disana. Kalau soal investasi abal abal atau investasi yang benar ini kembali ke kelayakan hasil investasi tersebut. Imbal hasilnya wajar menurut norma umum investasi atau tidak wajar ?. Jika terlalu jauh dengan bunga kredit pinjaman bank, Anda perlu berpikir begini :”Kalau usahanya bisa memberi hasil sebesar ini mengapa perusahaan itu butuh uang dari saya ya ? mengapa tidak pinjam dari bank dan mengembangkannya sendiri ? Apa mereka ini sebangsa dewa yang sangat baik hati ?Atau justru sebaliknya ?”. 

Yang disebut investasi abal-abal atau bodong adalah kegiatan pengumpulan uang yang seolah olah diinvestasikan ke sesuatu dan kita mendapatkan imbalan dari hasil investasinya. Padahal tidak ada investasi. Uang “hasil investasi” yang kita terima berasal  dari investor yang masuk setelah kita. Begitu terus menerus, setiap investor yang sudah mendapatkan hasil investasi, oleh perusahaan diberi uang dari setoran investor baru. Setiap kali investor menerima “hasil investasi” itu, dirayu untuk menanamkan kembali supaya bisa menjadi lebih besar lagi. 

Sampai saat ini, investasi bodong yang paling terkenal di Indonesia adalah QSAR di tahun 1998-2003 yang didirikan Ramly Arabi. Ini perusahaan agrobisnis penanaman sayur mayur. Dia sanggup memasarkan sayur dari investor dengan harga mahal. Saat itu harga pasar kubis maksimal 1000 rupiah, dia beri harga 6000. Sudah tentu orang berbondong-bondong menanamkan uangnya. Apalagi tahun itu banyak PHK sehingga banyak orang memiliki uang nganggur dari pesangon tanpa tahu harus diapakan.

Menurut pak Chandra, ada 3 ciri utama investasi bodong  :

Building the Dream, [31.01.18 17:50]
1. Menggunakan tokoh terkenal, baik itu tokoh pemerintahan atau publik yang diperalat untuk mempromosikan, baik menjadi peserta atau meresmikan pabrik. Saat QSAR berdiri tahun 1998, wapres dan wakil ketua DPR yang meresmikan. Saat pengembangan lahan, ketua MPR dan tokoh tokoh partai Islam diundang ke pabrik. Mereka mendeklarasikan QSAR sebagai “kebangkitan ekonomi umat Islam”. Ketika ada investor yang sayurnya dimakan ulat, uangnya dikembalikan secara utuh dan dimuat di berita. Orang kuadran kiri semakin yakin dan tertarik. Orang kuadran kanan pasti menjauh karena investasi dengan hasil besar dan tanpa resiko, adalah investasi yang resikonya justru paling tinggi, yaitu tipu tipu. Yang investasi di awal biasanya dapat. Yang belakangan tergantung cashflow.

2. Ada wilayah abu abu, biasanya menggunakan frase “luar negeri”, misalnya diputar di luar negeri, diekspor ke luar negeri, pakai asuransi luar negeri dsb. Sesuatu yang sulit di cek kebenarannya oleh calon investor selain tumpukan kertas yang sulit dipahami orang awam atau sebuah web yang mudah dibuat. Di kasus QSAR yang merugikan investor senilai 5,5 ton emas itu, semua nampak lengkap. Ada pabrik, lahan luas dan perangkat produksi yang bisa dilihat investor. Yang tidak dipikirkan sebagian besar orang adalah :”Siapapun yang bisa menjual kubis seharga 1000 per kilo menjadi 6000 per kilo, akan beli kubis ke petani dan menjualnya di pasar. Bukannya mengajak orang lain rame rame menanam kubis dan memberinya harga mahal”. 

3. Tidak terdaftar di OJK atau APLI.

Sigit dan Wati.

MLM atau NETWORK, mana yg halal?

*MLM ATAU NETWORKING MANA YANG HALAL ?*

Jika kita mengacu ke kriteria halal dari MUI, maka yang paling mendekati kriteria halal adalah MLM atau Networking yang menggunakan sistem matahari dan merupakan konsep PROSUMEN yaitu sistem penjualan langsung dari produsen ke konsumen. Itupun dengan syarat tidak ada perubahan sistem menjadikan money game, misalnya peserta harus membayar dengan biaya tinggi atau bergabung dengan sistem paket untuk bisa dibayarkan ke perusahaan dan yang bergabung lebih dahulu (baca e book Sistem Piramida). Karena selain melanggar aturan MUI juga melanggar aturan APLI dimana perusahaan dilarang menjual produknya di depan atau _frontloading_ dan digunakan sebagai syarat untuk bergabung. Karena hal itu hanya membuktikan bahwa kualitas produknya tidak sesuai dengan klaim. Sehingga calon peserta tidak diberi pilihan selain membeli paket ini atau paket itu waktu bergabung.

MLM atau Networking jenis lain seperti *binary* (dua kaki) ataupun  kaki 3 sudah pasti tidak memenuhi syarat karena kita mendapat uangnya dari pendaftar baru. Ada bonus rekruitmen, bonus pasangan dan sebagainya. Begitu juga jaringan dimana kita membangunkan aset perusahaan seperti asuransi jiwa, reksadana, investasi dan sebagainya juga sama saja. Pelaku mendapatkan uangnya dari pendaftar baru. Disamping itu sifatnya bekerja mencari uang (kuadran kiri), bukan bekerja membangun aset (kuadran kanan). Karena jaringan yang sudah jadi itu tidak memberi kontribusi apa apa ke kita selain posisi kita karena strukturnya. Semua anggota jaringan mendapatkan uangnya dari pendaftar baru.

Saya akan fokus membahas jenis yang PROSUMEN  dengan model jaringan matahari yaitu melebar bebas sebanyak mungkin. Karena inilah yang paling memenuhi syarat baik dari sudut agama maupun dari ilmu keuangan/ finansial. Ini masih dibagi dua lagi yaitu MLM dan Network Marketing (lihat materi Membangun Jaringan dan Sistem Bisnis), tergantung apakah ada tutup poin atau tidak, ada stock case atau tidak. Tergantung minat kita, jika kita pandai jualan ya masuk MLM, jika tidak bisa jualan ya pilihlah Network Marketing atau jaringan pemakai. Keduanya baik dan sama sama halal selama memenuhi ke 12 syarat MUI tersebut. Networking atau MLM yang asli tidak mewajibkan uang masuk yang besar. Bahkan ada yang gratis, karena uang masuk yang misal 100 ribu itu dikembalikan lagi dalam bentuk diskon jika membeli produk.

MLM maupun Network Marketing aslinya adalah cara distribusi produk langsung dari pabrik ke konsumen, atau disebut PROSUMEN. Disini kita mendapatkan keuntungan yang sebelumnya dinikmati iklan, distributor dan pengecer. Secara umum, besarnya 60% dari harga konsumen. 

Jadi ini sebenarnya perdagangan biasa, semuanya jelas, barang yang dijual berkualitas tinggi dengan harga yang ekonomis. Setiap orang yang mau mempelajarinya juga akan tahu kalau dia melakukan ini akan mendapatkan itu. Pembagian keuntungannya juga sangat jelas. Kalau ada yang masih bingung, ini hanya karena belum cukup mempelajarinya saja. 

Sebagai contoh, akan saya bandingkan dengan jual beli biasa, misalnya ada pabrik atau toko eceran dan grosir A yang menjual sepatu ber merk V. Toko grosir itu menjual sepatunya seharga Rp. 1.000.000,- per pasang. Kemudian dia memberi diskon jika kita membeli banyak :

•  Jika membeli 1 – 3 pasang sepatu tanpa diskon.
•  4 – 10 pasang à diskon 3%
•  11 – 19 à diskon 6%
•  20 – 39 à diskon 9%
•  40 – 64 à diskon 12%
•  65 – 109 à diskon 15%
•  110 – 159 à diskon 18%
•  160 pasang lebih diskon 21%.

Jika kita membeli 160 pasang sepatu, dengan diskon 21% berarti kita tidak membayar 160 juta melainkan cukup membayar 126 juta. Jika kita ecer semua @ 1 juta, maka kita akan mendapat pemasukan 160 juta sehingga mendapat keuntungan senilai 21% atau 34 jutaan.

Kita juga bisa menjualnya ke reseller lain yang lebih kecil. Misal ke A 30 pasang dengan diskon 9%, ke B 50 pasang dengan diskon 12%, ke C sebanyak 70 pasang dengan diskon 15%, sedang sisanya yang 10 untuk kita sendiri satu dan yang lain dijual eceran tanpa diskon. Maka keuntungan kita menjadi lebih kecil dengan perincian :
§  Ke A kita membayar diskon 9%, sehingga keuntungan kita tinggal (21-9)% x 30 juta = 3,6 juta.
§  Ke B kita membayar diskon 12% sehingga keuntungan kita dari 50 sepatu itu = (21-12)% x 50 juta = 4,5 juta.

Building the Dream, [12.12.17 08:06]
§  Ke C kita membayar diskon 15%, sehingga keuntungan kita dari 70 sepatu itu = (21-15) x 70 juta = 4,2 juta.
§  Dari 10 sepatu yang dijual eceran termasuk yang kita beli sendiri, keuntungannya utuh 21% x 10 juta = 2,1 juta.
§  Jadi keuntungan kita = 3,6 juta + 4,5 juta + 4,2 juta + 2,1 juta = 14,4 juta. Hasilnya lebih kecil dibanding kalau kita bekerja keras menjual kepada 160 orang secara eceran.

Pemilik toko A di sebelah toko B, menjual sepatu yang sama, harga ecerannya juga sama, dan memberi diskon yang sama, mulai 3% sampai 21% untuk pembelian 4 sepatu sampai 160 sepatu. Tetapi dia ingin memudahkan konsumen dan mau sedikit repot di administrasi. Sistemnya adalah kita bisa membeli hanya 1 pasang sepatu saja seharga 1 juta, kemudian kita boleh mengajak teman teman untuk juga berbelanja disitu. Nanti setiap akhir bulan akan dihitung, jika jumlah sepatu yang di beli kelompok temannya  itu sesuai dengan tabel diskon itu, maka kita diberi bonus sesuai hak kita.

Begitulah, kita mulai mengajak A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L. Semuanya membeli sepatu seharga 1 juta. Kemudian A mengajak orang dan dibawahnya juga mengajak orang lagi sehingga ada 30 pasang sepatu terjual di grup nya A. Si B juga mengajak orang banyak dan dibawahnya mengajak lagi sehingga ada 50 pembeli sepatu disana. Si C setelah membeli sepatu kemudian mengajak C1 dan tidak mengajak orang lagi. C1 yang kemudian mengajak banyak orang dan ada 69 orang yang akhirnya membeli sepatu disana. Sedang D sampai L tidak mengajak orang dan hanya membeli untuk dirinya sendiri.

Pada akhir bulan, pemilik toko atau pabrik melihat catatan dan urutan grup kita. Ternyata total ada 160 sepatu terjual (30+50+70+10), kita mendapat bonus 21%. Tetapi bonus itu harus dibagi lagi ke orang dibawah kita (semua dilakukan komputer sehingga tidak bisa terjadi kecurangan) :

§  Untuk A bonus kita dipotong 9% dari omset A (30 juta dari penjualan 30 sepatu), sehingga bonus kita tinggal (21-9)% x 30 juta = 3,6 juta dari  30 sepatu yang tejual di grupnya si A. Si A sendiri bisa mendapat utuh 9% dari 30 juta jika grupnya melebar sehingga masing masing anggota masuk kategori bonus 0%. Tetapi jika ada yang bisa memiliki grup yang membeli 5 sepatu, atau 12 sepatu, si A dipotong 3% - 6% dari harga 5 sepatu itu.

§  Di B bonus kita dipotong 12% sehingga keuntungan kita dari 50 sepatu itu = (21-12)% x 50 juta = 4,5 juta.

§  Di C bonus kita dipotong 15%, sehingga keuntungan kita dari 70 sepatu itu = (21-15) x 70 juta = 4,2 juta. Sedang si C sendiri, yang termasuk kategori 18%, ternyata hanya punya satu anggota langsung atau frontline (C1) yang kemudian mengembangkan jaringannya sehingga mencapai penjualan 69 sepatu atau peringkat bonus 18% juga. Akibatnya C tidak mendapat apa apa dari C1 (18% - 18% = 0%). Ini menunjukkan bahwa yang diatas tidak selalu mendapat bonus lebih besar dari yang dibawah seperti pada money game.

§  Dari 10 sepatu yang kita jual eceran ke DEFGHIJKL termasuk yang kita beli sendiri, bonusnya utuh 21% x 10 juta = 2,1 juta.

§  Jadi bonus total atau keuntungan kita = 3,6 juta + 4,5 juta + 4,2 juta + 2,1 juta = 14,4 juta. 

Itu sekedar contoh untuk membandingkan bisnis networking dengan perdagangan biasa. Keduanya sama persis, penghasilannya juga sama persis. Bedanya kalau di perdagangan biasa sebagai grosir kita kulakan dulu baru menjual nya sehingga butuh modal besar. Disini semua orang membeli untuk kebutuhannya sendiri, baru di akhir bulan dikelompokkan yang mana masuk kelompok grosir besar (diatas 21%), grosir 21%, grosir 18%, grosir 15%, reseller dan sebagainya tergantung omsetnya. 

Di bisnis networking masih ada kelebihannya lagi, yaitu harga yang kita beli itu bukan harga eceran melainkan harga grosir atau distributor, sehingga kita bisa menjualnya lagi dengan harga eceran yang 30% lebih mahal.

Diatas 21% masih ada bonus bonus lain sehingga total yang diterima para anggota biasanya sekitar 60% dari harga eceran sesuai konsep pada perdagangan umum, yaitu keuntungan yang biasanya dialokasikan untuk iklan, grosir dan pengecer, dimana pihak produsen hanya menerima 40%. Semuanya jelas dari awal, kita hanya perlu mempelajarinya saja. 

Tetapi perlu Anda ketahui, bahwa ada 4 bidang kehidupan yang kita sepenuhnya dikendalikan oleh pikiran bawah sadar. Yaitu sex, agama, keuangan dan politik. Di 4 bidang ini logika sudah tidak jalan, kecuali sesuai dengan program bawah sadarnya. Penjelasan apapun tidak akan diterima, sampai ada pencerahan entah dari mana. Yang sekarang sedang menjalankan money game akan tetap merasa bahwa bisnisnya itu bisnis terbaik di dunia, yang mengharamkan ya akan tetap mengharamkan. 

Itulah kekuatan pikiran bawah sadar, yang sama sekali tidak memihak pada kehidupan kita. Dia luar biasa kuat, bekerja 24 jam sehari, sifatnya universal (non personal), sangat lugu dan berpikir seperti anak usia 7 tahun, karena memang sebagian besar kita peroleh saat kita berusia sekian itu.

Surabaya, 11 Desember 2017
Sigit & Wati

Membangun Asset..gabung yuk!,ke groupnya

*KITA SEHARUSNYA KAYA*

Kalau masih ada yang belum kaya, itu karena ada program pikiran bawah sadar yang kurang tepat, artinya ada program pikiran miskin yang menyebabkan takaran rejeki kita rendah, atau plafon rejekinya rendah. Dengan takaran rejeki yg rendah melakukan apapun hasilnya akan rendah.
Bagaimana untuk merubahnya  ??

Mari belajar bersama kami tentang :

* Plafon Rejeki
* Kecerdasan Finansial
* Membangun Jaringan        dan Sistem.
* People Skill
* Skill Closing
* Market Management
* Hukum Alam, LOA, dsb

Semua akan di bimbing oleh Bpk. *Mentor* *dr. Sigit Setyawadi, SpOg.,*      ( Pensiunan Dokter Spesialis Kandungan, Motivator, Hypnoterapist, dan SEFTer.)
Semua akan di ulas secara *jelas dan gratis.*

Dengan begitu maka ledakan *Sukses dan Kaya bukan lg sulit, dan pasti Bisa*

gabung yuk, disini


Jangan pernah meminta

*JANGAN MEMINTA PADA SESAMA.*

Sejak kecil saya sering melihat bude Darmi (?) datang ke rumah. Beliau tetangga depan rumah di jln. Pahlawan 25, rumah kontrakan orang tua sy dulu di Probolinggo (1963-1966). Jika ada bude Darmi, biasanya cuma Bertram dua hal. Ibu tidak punya uang sehingga menggadaikan kain atau perhiasan, atau sdh punya uang untuk menebusnya. Bude Darmi adalah calo gadai yg membantu orang orang yg terlalu sibuk atau malu untuk datang ke pegadaian seperti ibu saya. Beliau sangat sibuk dan mungkin juga malu.

Jika membutuhkan uang, ibu saya tidak pernah meminjam uang ke saudara atau tetangga, tetapi ke pegadaian atau ke koperasi wanita. Menurut penjelasan ibu, jika kita meminjam ke badan resmi, maka otak kita akan bekerja keras mencarikan solusi untuk membayarnya, karena ada sangsi atau ancaman dibalik itu. Sebaliknya jika kita meminjam ke perorangan maka otak kita akan berhenti memikirkan jalan keluar krn tidak ada sangsi apa apa. Biasanya di saat kita akan meminjam, otak reptil kita atau otak primitif kita yg merangsang reaksi _fight or flight_  pada 
kondisi terdesak akan memunculkan  rencana rencana jitu untuk membayarnya. Semua jadi nampak mudah untuk membayar 
hutang itu, sehingga teman atau saudaranya tadi akan rela menghutangi. Tetapi jika hutang itu sudah diperoleh, akan berbeda lagi pikiran kita. Otak reptil kita tidak lagi berfungsi, dan yg mengambil alih adalah otak modern yg penuh dengan perhitungan untung rugi. Bahkan seandainya ada uangnya pun, Anda tidak akan membayar hutang itu kecuali ada paksaan dari luar. Itu adalah sifat manusia yg paling manusiawi, yaitu mencari jalan yg termudah. 
Sejak saya di didik di N21, tugas utama kita adalah menyukseskan orang yg kita mentori. Meminjamkan uang ke mereka merupakan pantangan, meskipun mereka mengatakan 1000 alasan mendesak utk meminjam. Karena hampir semua yg terlibat hubungan terlarang hutang piutang itu akan muntaber (mundur tanpa berita) dari grup. Entah yg menghutangi atau yg dihutangi. Sehingga masa depannya menjadi tidak menentu lagi hanya karena kebutuhan sesaat.
Awalnya saya tidak mematuhi nasehat mentor saya meskipun sebenar nya sdh banyak pengalaman, yaitu famili yg berhutang tidak pernah ada yg mengembalikan. Mungkin mereka merasa saya tidak butuh pengembalian uang itu. Sayapun mengikhlaskan dan faktanya kehidupan famili famili tadi semakin susah sedang saya semakin baik
Ternyata mentor saya sangat benar. Mereka yg pernah saya pinjami, entah uang, produk atau alat penunjang bisnis,tidak ada satupun yg muncul kembali di grup. Sampai sekarang tidak berani ketemu hanya karena uang beberapa ratus ribu saja. Kasihan sekali, masa depan lebih baik yang seharusnya bisa mereka raih menjadi tidak bisa.
Dari berbagai pengalaman itu, saya tidak lagi mau terlibat hutang piutang dg anggota grup. 
Beberapa tahun lalu, saya mendapat bisikan dari seorang kenalan yg jauh lebih pakar tentang seluk beluk pikiran. Beliau mengatakan begini _:"Pak Sigit, jika ada kepanitiaan pembangunan apa, jangan mau ditunjuk sebagai pengumpul sumbangan. Karena meskipun itu bukan untuk kepentingan kita, saat kita MEMINTA SUMBANGAN, kita sedang menyiarkan pola pikir miskin dan butuh bantuan. Alam akan menanggapinya  dengan mendatangkan kemiskinan dan kekurangan kepada kita."_

Itu meminta untuk kepentingan pihak lain. Apalagi kalau meminta untuk kepentingan sendiri. Mungkin dalam proses meminta itu kita bisa mendapatkan sejumlah uang. Tetapi sebenarnya kita sedang kehilangan uang yang jauh lebih besar dari yg kita dapatkan itu. Sayangnya kita tidak tahu bahwa kita sedang rugi besar. 

Surabaya, 12 Pebruari 2018